Selamat Datang di Website Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Aceh Timur
Berita
Wamenaker Ebenezer Jadi Tersangka Pemerasan, KPK: Dia Mengetahui, Membiarkan dan Minta Jatah
Baru dua bulan menjabat, Wamenaker diduga sudah menerima uang haram Rp3 miliar. Noel berharap Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti untuk dirinya.
Aji Prasetyo
Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan ditetapkan KPK sebagai tersangka pemerasan sertifikasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Kementerian Ketenagakerjaan periode 2019 hingga 2025. Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam perkara pemerasan sertifikasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Kementerian Ketenagakerjaan periode 2019 hingga 2025. Dari 11 orang tersebut, di antaranya ada nama Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) atau yang biasa disapa Noel.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jumat (22/8), Ketua KPK Setyo Budianto menyatakan Noel menerima uang sebesar Rp3 miliar pada Desember 2024. Padahal Noel baru diangkat sebagai Wamenaker pada Oktober 2024. Artinya, baru 2 bulan menjabat sebagai Wamenaker, Noel sudah menerima uang haram hasil pemerasan para buruh yang mengurus sertifikasi K3.
"Bahwa selanjutnya, sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak Penyelenggara Negara (PN), yaitu: Sdr. IEG sebesar Rp3 miliar pada Desember 2024," ujar Setyo.
Menurut Setyo, sebagai Wamenaker, seharusnya Noel melakukan pengawasan dan menindak jika terjadi pelanggaran, apalagi indikasi pidana di Kemenaker. Namun yang dilakukan malah sebaliknya, Noel yang sudah mengetahui adanya pemerasan justru membiarkan, bahkan meminta jatah uang haram.
Tak hanya meminta jatah, Noel juga dibelikan motor Ducati. Pembelian ini dilakukan off the road, atau tanpa surat alias bodong dan Noel diduga sengaja tidak mengurus surat tersebut untuk menghindari adanya kecurigaan penegak hukum. Setyo mengatakan KPK akan mendalami hal tersebut.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur mempertegas peran Noel dalam perkara ini. Dari hasil penyelidikan awal, pemerasan terjadi sejak 2019-2025. Artinya, ketika Noel menjadi Wamenaker pada Oktober 2024, pemerasan itu masih terjadi.
"Artinya bahwa ya IEG itu seperti yang tadi dijelaskan oleh Pak Ketua (Setyo Budiyanto-red) mengetahui, membiarkan, bahkan menerima, meminta dan menerima sesuatu, Rp3 miliar dan juga motor. Motornya Ducati ya. Nanti mungkin bisa dilihat," pungkasnya.
Noel sendiri kepada wartawan meminta maaf atas kejadian ini. Meskipun begitu ia membantah jika perkaranya merupakan pemerasan. Tak hanya itu, Noel juga berharap agar Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada dirinya.
"Dan kawan-kawan yang bersama saya tidak ada sedikitpun kasus pemerasan. Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo," ucapnya.
Ada 11 Tersangka
Dalam perkara ini KPK telah menetapkan 11 tersangka yang diduga melakukan tindak pidana pemerasan berkaitan dengan sertifikasi K3 yang berlangsung dari periode 2019 hingga 2025. Setyo Budiyanto menjelaskan tindak pidana ini merupakan selisih antara yang dibayarkan oleh para pihak yang mengurus penerbitan sertifikat K3 kepada perusahaan jasa K3.
Biaya resmi yang dimaksud hanya sebesar Rp275 ribu, namun tarif yang dipatok sebesar Rp6 juta, berpuluh-puluh kali lipat dari biaya resmi. Dan jumlah uang yang mengalir pada beberapa pihak totalnya mencapai Rp81 miliar, berikut rinciannya:
IRVIAN BOBBY MAHENDRO (IBM) selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022 s.d. 2025 sejumlah Rp69 miliar melalui perantara. Uang tersebut selanjutnya digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, setoran tunai kepada Sdr. GAH, Sdr. HS, dan pihak lainnya. Serta digunakan untuk pembelian sejumlah aset seperti beberapa unit.
GERRY ADITYA HERWANTO PUTRA (GAH) selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022 s.d. sekarang. Ia diduga menerima aliran uang sejumlah Rp3 miliar dalam kurun tahun 2020 - 2025, yang berasal dari sejumlah transaksi, diantaranya: setoran tunai mencapai Rp 2,73 miliar; transfer dari Sdr. IBM sebesar Rp317 juta; dan dua perusahaan di bidang PJK3 dengan total Rp31,6 juta. Uang untuk keperluan pribadi, dibelikan aset dalam bentuk 1 (satu) unit kendaraan roda empat sekitar Rp500 juta dan transfer kepada pihak lainnya senilai Rp2,53 miliar.
SUBHAN (SB) selaku Subkoordinator Keselamatan Kerja Dit. Bina K3 tahun 2020 s.d. 2025; diduga menerima aliran dana sejumlah Rp3,5 miliar pada kurun waktu 2020-2025, yang diterimanya dari sekitar 80 perusahaan di bidang PJK3. Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi diantaranya: transfer ke pihak lainnya, belanja, hingga melakukan penarikan tunai sebesar Rp291 juta.
ANITASARI KUSUMAWATI (AK) selaku Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020 s.d. Sekarang; diduga menerima aliran dana sejumlah Rp5,5 miliar pada kurun waktu 2021-2024, dari pihak perantara. Atas penerimaan tersebut, aliran dana juga diduga mengalir ke pihak-pihak lainnya.
IMMANUEL EBENEZER GERUNGAN (IEG) selaku Wamenaker; menerima Rp3 miliar pada Desember 2024
FAHRUROZI (FRZ) selaku Dirjen Binwasnaker dan K3 (Maret 2025 s.d. saat ini); menerima Rp50 juta per minggu.
CHAIRUL FADHLY HARAHAP (CFH) selaku Sesditjen Binwasnaker & K3 (Sept 2024 s.d. saat ini) menerima 1 unit kendaraan roda 4.
HERY SUTANTO (HS) selaku Direktur Bina Kelembagaan (2021 - Feb 2025); menerima lebih dari Rp1,5 miliar selama kurun waktu 2021-2024.
Dari 8 pihak yang disebut menerima aliran dana, hanya Chairul Fadhly yang tidak menjadi tersangka, sementara 7 orang lain menjadi tersangka. Berikut 4 pihak lain yang menjadi tersangka dalam perkara ini:
SEKARSARI KARTIKA PUTRI (SKP) selaku sub koordinator
SUPRIADI (SUP) selaku Koordinator
TEMURILA (TEM) selaku pihak PT KEM INDONESIA
MIKI MAHFUD (MM) selaku pihak PT KEM INDONESIA.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para Tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 22 Agustus s.d 10 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih. Atas perbuatannya, para Tersangka dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.